Selain tim KJPP, tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga turut serta dalam penilaian aset ini. Tim PT KA menyambut baik kedatangan tim tersebut.
Tim penilai terdiri dari Endri Meinofriadi yang bertugas sebagai penilai kubun dan pabrik kelapa sawit (PKS), Ogi Pracoyo sebagai penilai tanah dan bangunan serta sarana pelengkap, dan Ahmad Ali Muzaki sebagai penilai mesin dan peralatan.
Penilaian aset ini didasarkan pada putusan pengadilan tentang sitaan jaminan. Tim Appraisal, Mushofah Mono Igfirly, mengatakan bahwa mereka akan memeriksa kondisi tanaman, baik tanaman muda maupun tanaman tua, keberadaan jalan dan bangunan, serta melihat apa saja aset yang ada di lahan seluas 5.600 hektar yang dimiliki oleh PT KA. Terkait luas lahan dan jumlah bangunan, tim KJPP tidak memiliki data yang pasti, sehingga mereka hanya dapat mengandalkan pengamatan visual.
Proses penilaian aset juga mencakup pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) milik PT KA, meskipun Mushofah Mono Igfirly tidak melihat langsung pabrik tersebut.
Kasus ini bermula saat terjadi kebakaran hutan di Aceh yang mengakibatkan ribuan hektar lahan terbakar. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membawa kasus ini ke pengadilan pada tahun 2012 karena luas lahan yang terbakar mencapai 1.000 hektar.
Namun, ketika tim KJPP melakukan penilaian aset, mereka sempat diprotes oleh Pos Satuan Pengamanan (Satpam) PT KA karena tidak memberitahukan kehadiran mereka sebelumnya. Setelah memberikan penjelasan, akhirnya tim tersebut diberikan izin untuk masuk. Tim melakukan penilaian hingga pukul 15.00 WIB dan selama itu juga lokasi penilaian dijaga oleh sekitar 100 polisi dari Polres Nagan Raya dan Brimob.
Sementara itu, pekerja di PT KA tetap bekerja seperti biasa. Hasil penilaian aset oleh KJPP akan diteruskan ke PN Suka Makmue dan selanjutnya aset milik PT KA akan dilelang untuk membayar denda yang harus dibayarkan kepada negara.[]