BANDA ACEH - Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sedang giat melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi baru guna mengungkap secara menyeluruh kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Said Mahjali dalam penyimpangan Program Peremajaan Sawit (PSR).

Seorang oknum polisi dengan pangkat Brigadir Kepala (Bripka) yang bertugas di Polres Aceh Barat juga ikut diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Surat panggilan saksi yang diterima oleh Bripka Hermansyah dari Kejati Aceh meminta kehadirannya untuk memberikan keterangan sebagai saksi dan membawa dokumen-dokumen terkait kegiatan tersebut.

Bripka Hermansyah diminta untuk memenuhi panggilan pada tanggal 26 Juni 2023 yang pemeriksaannya dilaksanakan di kantor Kejari Aceh Barat.

Program PSR tersebut didanai oleh Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dari tahun 2017 hingga 2020 di Kabupaten Aceh Barat.

Pelaksananya adalah Koperasi Produsen Mandiri Jaya Bersama (KPMJB).

Surat panggilan yang ditandatangani oleh Asisten Tindak Pidana Khusus juga ditujukan kepada Kepala Kepolisian Resor Aceh Barat dengan perihal Bantuan Pemanggilan Saksi.

Seperti yang dilaporkan sebelumnya oleh media, Tim Penyidikan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menahan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Aceh Barat.

Dua tersangka tersebut adalah Zamzami (Ketua Koperasi KPMJB) dan Said Mahjali (mantan Kepala Dinas Perkebunan Aceh Barat). Keduanya ditahan setelah menjalani pemeriksaan pada hari Selasa, 20 Juni 2023.


Penahanan dilakukan di Rutan Kelas II B Banda Aceh. Penahanan tersebut dilakukan berdasarkan alasan subjektif dan objektif sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 21 ayat (1) dan (4) KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga kuat melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, serta adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana. 

Pasal primer yang disangkakan adalah Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dan subsidiernya adalah Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.


Baca : Misteri Korupsi Program Peremajaan Sawit: Tanaman atau Hutan?

lanjut halaman 2..


Misteri Korupsi Program Peremajaan Sawit: Tanaman atau Hutan?

Pada tahun 2017, Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree (KPMJB) mengajukan proposal untuk mendapatkan bantuan dana PSR dengan melibatkan 1.207 petani/pekebun dan luas lahan 2.831,02 hektar dalam sepuluh tahap dari tahun 2018 hingga 2020, dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp75 miliar.

Proposal ini diajukan ke Badan Pengelola Dana Peremajaan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat.

Namun, fakta yang terungkap kemudian mengungkapkan kejanggalan dalam pelaksanaan program ini. 

Berdasarkan laporan identifikasi Program Sawit Rakyat dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang menggunakan citra satelit, terlihat bahwa pada tahun 2017 hingga 2020, sebagian besar lahan yang diusulkan dan dibuka oleh KPMJB bukanlah tanaman kelapa sawit berusia 25 tahun atau memiliki produktivitas di bawah 10 Ton/Ha/tahun sesuai persyaratan program.

Malah, lahan tersebut masih berupa hutan dengan pepohonan kayu keras, semak, atau bahkan lahan kosong yang tidak pernah ditanami kelapa sawit.

Hanya ada beberapa lahan perkebunan kelapa sawit yang terletak di area HGU Perusahaan Swasta, dan ada juga lahan perkebunan kelapa sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan.

Karena temuan ini, pada tanggal 11 April 2023, Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan dua tersangka dalam kasus ini.

Keduanya merupakan pihak terkait yang terlibat dalam pengelolaan program tersebut.

Kasus ini menjadi teka-teki yang membutuhkan pengungkapan lebih lanjut.

Apakah benar-benar terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat? Ataukah ada faktor-faktor lain yang menjadi latar belakang dari kejadian ini?

Kejaksaan Tinggi Aceh akan terus mengusut kasus ini untuk mengungkap kebenaran di balik misteri korupsi dalam program yang seharusnya memberikan manfaat bagi petani dan pekebun sawit di Aceh Barat.(*)

Dapatkan update berita dan artikel menarik lainnya dari Acheh Network di GOOGLE NEWS