Direktur WALHI Aceh: Banjir di Aceh Tenggara Buktikan Kerusakan Hutan Semakin Masif
![]() |
Ilustrasi Kerusakan Hutan (Net) |
Menurut Ahmad Salihin, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, kerusakan ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk penabangan liar, perkebunan sawit, dan pembukaan jalan baru seperti jalan tembus dari Jambur Latong, Kutacane hingga perbatasan Sumatera Utara.
Salihin juga menekankan bahwa pembukaan jalan baru ini dapat memicu praktik illegal logging dan konflik terkait satwa serta kejahatan lingkungan lainnya.
Keberadaan jalan ini mempermudah para perambah hutan dalam mengakses kawasan hutan untuk melakukan penebangan kayu.
Salihin menyatakan, "Intensitas banjir yang terjadi di Aceh Tenggara selama sepekan ini membuktikan bahwa kerusakan hutan semakin meluas di wilayah tersebut."
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mengungkapkan bahwa banjir yang melanda Aceh Tenggara dalam satu minggu terakhir telah berdampak pada 8.101 orang dan 2.230 kepala keluarga.
Sebanyak 326 orang terpaksa dievakuasi. Meskipun belum ada laporan korban jiwa hingga tanggal 22 Agustus 2023, namun 10 kecamatan dan 59 gampong (desa) terisolasi akibat banjir yang diakibatkan oleh hujan deras di Aceh Tenggara.
Akibatnya, lahan pertanian seluas 350,50 hektare untuk padi dan 53 hektare untuk jagung tergenang banjir. Jembatan Lawe Hijo Ampera juga dilaporkan putus akibat banjir.
Dari luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, sebanyak 92 persen masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), sebuah kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi yang tinggi.
Menurut Salihin, kondisi ini memicu dampak yang serius, terutama dalam Hutan Lindung (HL) dan Taman Nasional (TN) yang seharusnya dijaga dan dilindungi.
Kerusakan tutupan hutan ini berkontribusi pada terjadinya banjir saat musim hujan dengan intensitas tinggi, karena kapasitas penyerapan air semakin terbatas akibat hutan yang telah terdegradasi.
Salihin mengingatkan bahwa pohon memiliki peran penting dalam mencegah banjir, karena mereka mampu menyerap air dan mengurangi risiko luapan air.
Namun, jika hutan terus ditebang dan tutupan hutan menurun, maka risiko banjir akan semakin tinggi.
Oleh karena itu, WALHI Aceh mendesak pemerintah Aceh untuk melindungi hutan di Aceh Tenggara dan menghentikan pembangunan jalan baru yang dapat memicu kerusakan lebih lanjut pada lingkungan.
Salihin menambahkan bahwa perlu dilakukan upaya mitigasi bencana banjir dalam jangka panjang dengan merevisi qanun tata ruang kabupaten.
Dia juga mengingatkan pada revisi Qanun Aceh No 19 Tahun 2013 tentang RT/RW Aceh tahun 2013 – 2033 yang sedang berlangsung, yang dapat menjadi kesempatan untuk menyinkronkan tata ruang kabupaten dengan upaya penanggulangan bencana banjir secara lebih efektif.(*)
Dapatkan update berita dan artikel menarik lainnya dari Acheh Network di Google News