Polemik Kemiskinan di Aceh: 4 Kota Termiskin di Aceh, Penyebab dan Perjuangan
![]() |
Ilustrasi (Pixabay.com/agnesraises) |
Dalam gambaran yang ironis, kemiskinan berjalan beriringan dengan kekayaan alam yang berlimpah.
Berbasis pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Aceh membentang dengan luas wilayah 56.839,09 km² dan memiliki populasi mencapai 5.407.855 jiwa pada tahun 2022.
Terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota yang tersebar di seluruh wilayah, Aceh seolah menampilkan pemandangan paradoksal: kekayaan dan kemiskinan berdampingan.
Pemeringkatan kota termiskin dalam wilayah Aceh ditegaskan melalui data persentase penduduk miskin yang dirilis oleh BPS Aceh.
Dari hasil ini, tampak empat kota yang berada pada peringkat terbawah dalam hal ekonomi dan kesejahteraan. Mengutip dari aceh.bps.go.id, berikut daftar empat kota termiskin di Provinsi Aceh:
1. Kota Subulussalam
Merupakan peringkat pertama sebagai kota termiskin di Provinsi Aceh. Dengan populasi 95.199 jiwa pada tahun 2022, persentase penduduk miskin di Kota Subulussalam tercatat sebesar 17,65 persen pada tahun 2021.
2. Kota Sabang
Menempati peringkat kedua sebagai kota termiskin. Penduduk Sabang mencapai 43.208 jiwa pada tahun 2022, dengan persentase penduduk miskin sebesar 15,32 persen pada tahun 2021.
3. Kota Lhokseumawe
Dengan populasi mencapai 191.396 jiwa pada tahun 2022, persentase penduduk miskin di Kota Lhokseumawe tercatat sebesar 11,16 persen pada tahun 2021.
4. Kota Langsa
Menduduki peringkat keempat sebagai kota termiskin di Aceh. Populasi Kota Langsa mencapai 192.630 jiwa, dengan persentase penduduk miskin sebesar 10,96 persen pada tahun 2021.
Lanjut Halaman 2..
Meskipun Provinsi Aceh masih mengekalkan predikat provinsi termiskin di Sumatera, nyatanya hal ini tak hanya sekadar pandangan dari satu sisi.
Pada September 2019, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 810.000 orang atau sekitar 15,01 persen dari total populasi.
Status ini pun menggelitik berbagai kalangan untuk menyoroti isu kemiskinan dengan lebih cermat.
Plt. Gubernur Aceh, melalui langkah progresif, telah merespons isu ini dengan serius.
Upaya menggandeng perguruan tinggi setempat untuk mengukur tingkat kemiskinan menjadi langkah konkret.
Meski terpampang spanduk yang membawa ucapan selamat kepada pemerintah Aceh sebagai "juara bertahan" provinsi termiskin di Pulau Sumatera, hal ini hanyalah satu bagian dari gambaran yang lebih kompleks.
Melihat dari sudut pandang yang lebih luas dan mendalam, sejumlah fakta terungkap.
Kenaikan signifikan persentase penduduk miskin pada tahun 2002 tercermin sebagai dampak dari situasi keamanan yang memburuk akibat pemberontakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berupaya meraih kemerdekaan dari Indonesia.
Tak hanya itu, rata-rata penurunan persentase penduduk miskin yang signifikan per tahun, yaitu sekitar 0,87 persen, menjadikan Aceh sebagai provinsi dengan penurunan terbesar di Sumatera.
Upaya pemberantasannya juga menunjukkan progres yang signifikan dalam hal penurunan angka kemiskinan anak.
Fakta lain mengenai mayoritas penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian, serta disparitas antara wilayah perkotaan dan perdesaan, turut menggambarkan kompleksitas akar permasalahan.
Sebagai tindak lanjut, peningkatan kualitas sumber daya manusia di Aceh menjadi tugas mendesak pemerintah untuk merobek mata rantai kemiskinan.
Terlepas dari polemik dan tampilan statistik yang kadang terasa kontradiktif, penyelidikan yang lebih holistik terhadap fenomena ini akan memperkaya pemahaman tentang kemiskinan.
Hanya dengan pemahaman yang lebih luas dan mendalam, kita dapat mengambil kesimpulan yang tepat dan membangun solusi yang relevan untuk memberantas kemiskinan yang terus berkelindan di Aceh.(*)
Dapatkan update berita dan artikel menarik lainnya dari Acheh Network di Google News