24 C
id

10 Kabupaten/Kota Otonomi Baru yang Akan Terwujud di Provinsi Aceh, Apakah Ada Daerah Anda?

Daerah Otonomi Baru
Peta Aceh (Foto: petatematikindo)


ACHEHNETWORK.COM - Pembagian wilayah Kabupaten/Kota di Aceh, termasuk Pidie dan Aceh Utara, memang telah dirancang sejak lama.

Namun, rencana ini masih terkendala oleh masalah keuangan yang hingga saat ini belum terwujud.

Meski begitu, pemerintah pusat belum mencabut kebijakan penghentian pembentukan wilayah baru di Aceh.

Berikut ini adalah daftar Kabupaten/Kota yang akan menjadi daerah otonom baru di Aceh yang telah kami rangkum:

1. Aceh Raya

Sejak tahun 1999, usulan pendirian Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Aceh Raya telah didorong dengan gigih.

Dan pada saat ini, upaya tersebut telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar sebagai daerah induk, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK), Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), dan Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (Pemprov NAD).

Tinggal menunggu keputusan dari Pemerintah Pusat, dan berdasarkan studi kelayakan, Kabupaten Aceh Raya sangat layak ditingkatkan menjadi DOB.

Wilayah DOB Kabupaten Aceh Raya akan mencakup tujuh dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar.

Kecamatan-kacamatan tersebut antara lain Lhoong, Lhoknga, Leupung, Peukan Bada, Darul Imarah, Darul Kamal, dan Pulo Aceh.

Wilayah ini terletak di ujung utara dan barat Pulau Sumatera, meliputi juga beberapa pulau di sekitarnya.

Khususnya pada Kecamatan Pulo Aceh, wilayahnya meliputi beberapa pulau menarik seperti Pulau Breueh, Pulau Teunom, Pulau Nasi, Pulau Kelapa, Pulau Guasarang, Pulau Sidom, Pulau Geupon, dan sebagainya.

Sementara itu, Kecamatan Peukan Bada tidak hanya mencakup sebagian daratan Pulau Sumatera, tetapi juga pulau-pulau seperti Pulau Batee, Pulau Bunta, Pulau Usam Lakoh, dan Pulau Lumpat.

DOB Kabupaten Aceh Raya memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang perikanan, kelautan, dan pariwisata bahari.

Tidak hanya itu, potensi pertanian, perkebunan, dan kehutanan juga menjadi daya tarik tersendiri. 

Terdapat juga sektor perdagangan, industri kecil, dan jasa yang berkembang di wilayah Kecamatan Darul Imarah bagian utara dan Kecamatan Peukan Bada bagian timur yang berbatasan langsung dengan Kota Banda Aceh.

Luas wilayah DOB Kabupaten Aceh Raya akan mencapai 580,33 km2 atau sekitar 19,99 persen dari luas Kabupaten Aceh Besar.

Jumlah penduduk pada tahun 2020 mencapai 119.913 jiwa, atau sekitar 29,57 persen dari total penduduk Kabupaten Aceh Besar menurut data BPS Kabupaten Aceh Besar tahun 2021.

Sekitar 64,05 persen penduduk akan terkonsentrasi di Kecamatan Darul Imarah dan Peukan Bada. Wilayah DOB Kabupaten Aceh Raya juga akan meliputi 151 dari 604 desa atau gampong yang ada di Kabupaten Aceh Besar.

Melalui pendirian DOB Kabupaten Aceh Raya, masa depan yang cerah dan menjanjikan telah menanti. 

Potensi alam yang melimpah, keindahan pulau-pulau yang eksotis, serta kemajuan sektor perdagangan dan industri menjadi modal utama untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat di wilayah ini.

Semoga keputusan dari Pemerintah Pusat segera terealisasi, dan DOB Kabupaten Aceh Raya dapat menjadi kawasan yang mandiri dan berkembang pesat dalam waktu yang tidak lama lagi.


2. Aceh Malaka

Aceh, sebuah provinsi yang kaya akan budaya dan sumber daya alamnya, kembali menorehkan tonggak sejarahnya melalui usulan pembentukan CDOB, yaitu Kabupaten Aceh Malaka.

Proses pengurusan kabupaten ini telah mencapai tingkat serius dan usulannya bahkan telah masuk ke tingkat pusat, menandakan adanya keseriusan dalam merealisasikan langkah ini.

Wilayah Kabupaten Aceh Malaka akan mencakup bagian barat dari Kabupaten Aceh Utara, terdiri dari enam kecamatan yang terdiri dari 122 desa.

Dengan luas wilayah sekitar 698,93 km2, Kabupaten Aceh Malaka akan membentang sekitar 21,20 persen dari luas total Kabupaten Aceh Utara.

Dalam hal jumlah penduduk, Kabupaten Aceh Malaka telah menampung sekitar 153.252 jiwa (sekitar 25,42 persen dari total penduduk Kabupaten Aceh Utara) berdasarkan data BPS Kabupaten Aceh Utara tahun 2020.

Perlu dicatat bahwa pada tahun yang sama, Kabupaten Aceh Utara memiliki total penduduk sebanyak 602.793 jiwa, dengan luas wilayah 3.296,86 km2, mencakup 27 kecamatan dan 852 desa.

Dilihat dari segi kepadatan penduduk, CDOB Kabupaten Aceh Malaka memiliki kepadatan sekitar 219 jiwa per km2.

Kecamatan Dewantara, yang berbatasan langsung dengan Kota Lhokseumawe, memiliki kepadatan tertinggi yaitu 1.162 jiwa per km2, sementara Kecamatan Sawang memiliki kepadatan penduduk terendah dengan 102 jiwa per km2.

Secara geografis, Kabupaten Aceh Malaka berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara di sebelah timur, Kabupaten Bener Meriah di sebelah selatan, dan Kabupaten Bireuen di sebelah barat.

Kabupaten Aceh Utara sendiri merupakan salah satu wilayah yang sangat kaya di Indonesia, dengan potensi gas alam, industri, perikanan dan kelautan, pertanian, dan banyak lagi.

Di antara kecamatan yang termasuk dalam CDOB Kabupaten Aceh Malaka adalah Kecamatan Dewantara dan Muara Batu, yang dilewati oleh Jalan Lintas Sumatera (Jalan Medan - Banda Aceh).

Kecamatan Dewantara menjadi rumah bagi berbagai industri besar seperti PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Semen Cibinong Lhokseumawe, dan PT Aceh Asean (Pupuk Asean).

Tidak hanya itu, terdapat juga Pelabuhan Krueng Geukueh yang menjadi pintu gerbang penting untuk perdagangan dan perekonomian.

Sementara itu, Kecamatan Muara Batu, terutama di Desa Reuleuet, menjadi lokasi dari Universitas Malikussaleh (Unimal), dengan tujuh fakultas yang menawarkan berbagai program studi di tingkat sarjana dan pasca sarjana.

Di Desa Pintu Makmur, Kecamatan Muara Batu, terdapat juga Bandara Malikussaleh yang melayani penerbangan oleh maskapai seperti Citilink dan Wings Air dengan destinasi ke Kota Medan.

Nama "Malikussaleh" sendiri merujuk kepada sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai yang memiliki sejarah panjang dan kaya akan kebudayaan.

Pembentukan Kabupaten Aceh Malaka sebagai CDOB baru di Aceh bukan hanya sebuah langkah administratif semata, tetapi juga merupakan wujud komitmen untuk membangun dan memperkuat wilayah tersebut.

Dengan potensi sumber daya alam, industri, dan sektor pendidikan yang ada, Aceh Malaka memiliki peluang besar untuk berkembang dan menjadi destinasi yang menarik bagi investasi dan pariwisata. Diharapkan, pembentukan Kabupaten Aceh Malaka ini dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat setempat, meningkatkan kesejahteraan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.


3. Kota Meulaboh

Meulaboh, sebuah kota yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, mempesona dengan ukurannya yang relatif besar setelah Padang, Bengkulu, dan Sibolga.

Namun, sayangnya, Meulaboh belum memperoleh status otonomi seperti kota-kota di Provinsi Aceh, seperti Banda Aceh, Langsa, Lhokseumawe, Sabang, dan Subulussalam.

Kota-kota ini terletak di bagian utara dan timur Provinsi Aceh, sementara hanya Subulussalam yang berada di bagian selatan dan barat.

Meskipun pada 6 Mei 2020, Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) Kementerian Dalam Negeri sempat mencantumkan Meulaboh sebagai Pemda ke-24 di Provinsi Aceh.

Namun, faktanya di lapangan, Meulaboh masih belum memiliki status administrasi pemerintahan. Sejauh ini, yang dikenal sebagai Kota Meulaboh meliputi Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian wilayah Kecamatan Meureubo, dan sebagian wilayah Kecamatan Kaway XVI.

Namun, muncul usulan untuk membentuk Kota Otonom Meulaboh yang meliputi empat kecamatan, yaitu Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga, dan Kaway XVI.

Usulan ini telah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada akhir April 2017.

Jika Kota Meulaboh berhasil terbentuk, maka wilayah Kabupaten Aceh Barat akan memiliki luas wilayah tersisa sekitar 2.118,68 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 65.152 jiwa (data tahun 2020). 

Wilayah ini tersebar di 199 gampong dan delapan kecamatan, dengan kemungkinan ibukota baru berada di Kecamatan Woyla.

Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain Bubon, Arongan Lambalek, Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Pante Ceureumen, Panton Reu, dan Sungai Mas.

Sebagai catatan, Kabupaten Aceh Barat telah mengalami beberapa kali pemekaran sebelumnya. Pada tahun 1956, Kabupaten Aceh Barat dimekarkan menjadi Kabupaten Aceh Barat (dengan ibu kota Meulaboh) dan Aceh Selatan (dengan ibu kota Tapaktuan).

Kemudian, pada tahun 1996, terjadi pemekaran kembali menjadi Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Simeulue (dengan ibu kota Sinabang).

Pada tahun 2002, terjadi pemekaran menjadi tiga daerah otonomi, yaitu Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah induk, serta Kabupaten Aceh Jaya (dengan ibu kota Calang) dan Nagan Raya (dengan ibu kota Suka Makmue) sebagai daerah otonomi baru (DOB).


Meulaboh memiliki sejarah yang kaya dan merupakan kota tertua di wilayah Aceh bagian barat dan selatan.

Diperkirakan kota ini telah ada sejak masa pemerintahan Sultan ke-10 Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu Sultan Saidil Mukamil pada tahun 1588-1604.

Dengan demikian, peran strategis Meulaboh dalam perkembangan wilayah sekitarnya, terutama di wilayah Aceh bagian barat dan selatan, telah terjalin selama ratusan tahun.

Berdasarkan aspek sejarah, Meulaboh sudah layak memperoleh status kota otonom.

Terlebih lagi, jika mempertimbangkan aspek lain seperti keberadaan Bandara Cut Nyak Dhien di Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya (sekitar 45 km dari Kota Meulaboh) yang melayani penerbangan ke dan dari Kota Medan, Banda Aceh, Simeulue, dan Singkil.

Meulaboh juga memiliki dua pelabuhan, yaitu Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon (sekitar 8 km dari pusat Kota Meulaboh, dengan rute penyeberangan ke Pelabuhan Kolok, Sinabang, Kabupaten Simeulue) dan Pelabuhan Perintis Jetty (sekitar 2 km dari pusat kota Meulaboh).

Di Kawasan Ujong Tanoh Darat, Kecamatan Meureubo, Meulaboh juga memiliki sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN), yaitu Universitas Teuku Umar (UTU).

PTN ini berdiri sejak tahun 2006 dan telah menjadi PTN sejak tahun 2014. UTU memiliki enam fakultas, antara lain Fakultas Pertanian, Kesehatan Masyarakat, Teknik, Ekonomi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Perikanan dan Kelautan.

Dengan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah, meskipun masih ada kendala moratorium pemekaran wilayah, perjuangan untuk menjadikan Meulaboh sebagai kota otonom perlu terus dilanjutkan.

4. Kepulauan Selaut Besar

Kabupaten Kepulauan Selaut Besar (KKSB) terus berupaya untuk menjadi daerah otonomi baru (DOB), bahkan usulannya sudah masuk ke pemerintah pusat.

Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh.

Kabupaten Simeulue sendiri mencakup Pulau Simeulue dan pulau-pulau di sekitarnya, dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat. Awalnya, Kabupaten Simeulue memiliki status kabupaten administratif pada tahun 1966, dan kemudian memperoleh otonomi penuh pada tahun 1999.

Untuk mencapai lokasi di Kabupaten Simeulue dan Kabupaten Kepulauan Selaut Besar, dapat ditempuh melalui perjalanan laut dari Pelabuhan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat menuju Pelabuhan Penyeberangan Sinabang di Kecamatan Simeulue Timur.

Selain itu, juga bisa melalui perjalanan udara dari Bandara di Meulaboh dan Medan menuju Bandara Lasikin yang terletak di Desa Lasikin, Kecamatan Teupah Tengah, Kabupaten Simeulue.

Di Kecamatan Simeulue Barat, wilayah Kabupaten Kepulauan Selaut Besar, terdapat Pelabuhan Penyeberangan Sibigo yang menyediakan rute ke Pelabuhan Kuala Babon, Kabupaten Aceh Barat.

Pemekaran daerah di kawasan garis terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga kedaulatan negara.

Selain pemekaran Kabupaten Kepulauan Selaut Besar, penting juga untuk menyediakan infrastruktur yang memadai guna mendukung pertumbuhan wilayah yang berbasis ekonomi maritim dan agrobisnis. 

Selain itu, perlu dibangun pusat-pusat pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di kawasan tersebut, termasuk pendirian perguruan tinggi (PT).

Saat ini, Akademi Manajemen Bisnis dan Administrasi (AMBA) Simeulue telah beroperasi di Kecamatan Teupah Barat. PT pertama di Kabupaten Simeulue tersebut dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Simeulue.

Jika pembentukan DOB Kabupaten Kepulauan Selaut Besar berhasil terealisasi, perlu juga merintis pendirian PT di kawasan tersebut, dengan harapan dapat mencetak SDM yang berkualitas untuk kemajuan daerah.

Wilayah CDOB Kabupaten Kepulauan Selaut Besar meliputi Kecamatan Simeulue Tengah, Simeulue Cut, Simeulue Barat, Salang, dan Alafan.

Wilayah ini terdiri dari bagian barat daratan Pulau Simeulue dan pulau-pulau di sekitarnya yang sebagian besar belum berpenghuni. Luas wilayahnya mencapai 685,44 km2 atau sekitar 37,29 persen dari luas Kabupaten Simeulue.

Jumlah penduduknya, berdasarkan data tahun 2020, sebanyak 35.844 jiwa, yang merupakan sekitar 38,60 persen dari total penduduk Kabupaten Simeulue. Penduduk tersebar di 62 dari 138 desa yang ada di Kabupaten Simeulue.

Jumlah penduduk tiap kecamatan di wilayah Kabupaten Kepulauan Selaut Besar adalah sebagai berikut: Kecamatan Simeulue Barat (11.963 jiwa), Salang (8.818 jiwa), Simeulue Tengah (6.953 jiwa), Alafan (4.928 jiwa), dan Simeulue Cut (3.382 jiwa). Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Kepulauan Selaut Besar berdasarkan data tahun 2020 (BPS Kabupaten Simeulue, 2021) sekitar 53 jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk Kabupaten Simeulue sebelum pemekaran adalah 51 jiwa per km2.


5. Aceh Selatan Jaya

Kabupaten Aceh Selatan telah ada sejak tahun 1956 setelah dipisahkan dari Kabupaten Aceh Barat. 

Dalam beberapa dekade berikutnya, Kabupaten Aceh Selatan mengalami pertumbuhan yang signifikan, bahkan pada tahun 2002 mengalami pemekaran menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Singkil. Kini, wacana pemekaran muncul kembali dengan rencana pembentukan Kabupaten Aceh Selatan Jaya (ASJ).

Calon DOB (CDOB) Kabupaten Aceh Selatan Jaya akan mencakup 11 kecamatan dari total 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Selatan.

Wilayahnya memiliki luas 3.078,86 km2, atau sekitar 73,77 persen dari luas Kabupaten Aceh Selatan. Jumlah penduduk CDOB Kabupaten Aceh Selatan Jaya, berdasarkan data tahun 2020, mencapai 115.100 jiwa, atau sekitar 49,53 persen dari total penduduk Kabupaten Aceh Selatan.

Kabupaten Aceh Selatan Jaya akan mencakup 135 desa dari total 260 desa yang ada di Kabupaten Aceh Selatan.

Batas wilayahnya terletak di sebelah utara dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah timur juga dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah selatan dengan Kota Subulussalam, serta sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Samudera Indonesia.

Dari 11 kecamatan yang akan termasuk dalam CDOB Kabupaten Aceh Selatan Jaya, tujuh kecamatan di antaranya memiliki jumlah penduduk di bawah 10.000 jiwa (Bakongan, Trumon, Bakongan Timur, Trumon Tengah, Kota Bahagia, Kluet Tengah, dan Trumon Timur).

Tiga kecamatan memiliki jumlah penduduk antara 10.000 hingga 15.000 jiwa (Kluet Timur, Kluet Selatan, dan Pasie Jaya), sementara hanya satu kecamatan yang penduduknya melebihi 20.000 jiwa (Kluet Utara).

Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kluet Tengah (801,08 km2), Trumon (762,92 km2), dan Kluet Timur (449,03 km2).

Kepadatan penduduk CDOB Kabupaten Aceh Selatan Jaya, berdasarkan data kependudukan tahun 2020, mencapai sekitar 38 jiwa per km2, dengan variasi antara 10 jiwa per km2 di Kecamatan Kluet Tengah hingga 340 jiwa per km2 di Kecamatan Kluet Utara.

Dari 11 kecamatan yang akan termasuk dalam CDOB Kabupaten Aceh Selatan Jaya, tujuh kecamatan di antaranya memiliki kawasan pesisir yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia. 

Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Pasie Raja, Kluet Utara, Kluet Selatan, Balongan, Bakongan Timur, Bakongan Tengah, dan Trumon. Wilayah CDOB Kabupaten Aceh Selatan Jaya juga dilalui oleh Jalan Raya Lintas Barat Sumatera (Jalan Raya Tapaktuan - Subulussalam), yang memperkuat konektivitas wilayah tersebut.

6. Kota Panton Labu

Kota Panton Labu, sebuah wilayah yang menjanjikan akan mencakup lima kecamatan yang terdiri dari Tanah Jambo Aye, Seunuddon, Langkahan, Baktiya, dan Baktiya Barat.

Dengan luas wilayah mencapai 655,88 km2, kota ini menyumbang sekitar 19,89 persen dari total luas Kabupaten Aceh Utara saat ini.

Tidak hanya itu, jumlah penduduknya mencapai 149.359 jiwa, atau sekitar 24,78 persen dari total penduduk Aceh Utara.

Kota Panton Labu memiliki keberagaman dengan adanya 186 desa yang akan menjadi bagian darinya. 

Nama Panton Labu juga merujuk pada ibu kota Kecamatan Tanah Jambo Aye yang menjadi pusat kegiatan utama.

Desa Panton Labu yang sedang dalam proses kenaikan status menjadi kota otonom, menjelma menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di bagian timur Kabupaten Aceh Utara.

Potensi ekonominya yang melimpah telah menarik perhatian banyak orang. Kehadiran kota ini menjadi tonggak penting bagi kemajuan Kabupaten Aceh Utara.

Tidak hanya di bagian timur, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Utara juga terjadi di bagian barat, tepatnya di Kecamatan Dewantara yang berbatasan langsung dengan Kota Lhokseumawe. Sebagai kota otonom dan ibu kota Kabupaten Aceh Utara sebelumnya, Lhokseumawe telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan daerah.

Namun, peran penting ini kemudian digantikan oleh Lhoksukon, yang terus berkembang menjadi pusat pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tengah Kabupaten Aceh Utara.

Melalui pembentukan Kota Panton Labu, diharapkan akan muncul gelombang baru dalam pengembangan ekonomi Aceh Utara.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota ini akan memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat sekitarnya, meningkatkan kesejahteraan, dan membuka peluang usaha serta lapangan kerja.

Panton Labu menjadi simbol kemajuan dan kebangkitan Kabupaten Aceh Utara dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman yang terus bergerak maju.

7. Singkil Raya

Pada tahun 1999, Kabupaten Aceh Singkil berhasil meraih status daerah otonom setelah pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan.

Namun, apakah saat ini sudah waktunya bagi kabupaten yang kaya akan wilayah daratan dan kepulauan ini untuk "melahirkan" daerah otonomi baru (DOB)?

Menurut Munandar (2015), wacana pembentukan Kabupaten Singkil Raya telah mencuat sejak tahun 2010.

Awalnya, inisiatif ini dilakukan oleh tokoh masyarakat dari Kecamatan Gunung Meriah dan Simpang Kanan.

Dalam perkembangannya, beberapa kecamatan lain juga berkeinginan untuk bergabung, sehingga terdapat enam dari 11 kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil yang siap untuk membentuk DOB. 

Keenam kecamatan tersebut adalah Gunung Meriah, Simpang Kanan, Singkohor, Danau Paris, Kota Baharu, dan Suro.

Seperti halnya pemekaran wilayah di daerah lain, keinginan untuk membentuk DOB di kawasan Singkil Raya didasari oleh masalah-masalah klasik seperti kurangnya pembangunan infrastruktur, minimnya lapangan pekerjaan, faktor geografis yang membatasi aksesibilitas, serta perbedaan budaya dan bahasa (Munandar, 2015).

Masyarakat setempat sangat mendukung pembentukan DOB Singkil Raya, karena diharapkan dapat menjadi solusi untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Jika proses pembentukan ini berjalan dengan lancar dan usulannya sampai ke pemerintah pusat, Calon DOB (CDOB) Kabupaten Singkil Raya dengan enam kecamatan dan 86 desa (dari total 120 desa yang ada di Kabupaten Aceh Singkil) akan memiliki wilayah seluas 1.240,22 km2, atau sekitar 66,75 persen dari luas Kabupaten Aceh Singkil.

Jumlah penduduk CDOB Kabupaten Singkil Raya berdasarkan data tahun 2020 (BPS Kabupaten Aceh Singkil, 2021) mencapai 86.046 jiwa, atau sekitar 68,01 persen dari total penduduk Kabupaten Aceh Singkil. Lebih dari 45,97 persen penduduk CDOB Kabupaten Singkil Raya tinggal di Kecamatan Gunung Meriah.

Singkil Raya menjadi harapan baru bagi Kabupaten Aceh Singkil.

Dengan berbagai potensi dan kekayaan wilayahnya, pembentukan DOB ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat setempat.

Singkil Raya akan menjadi simbol kemajuan dan kesuksesan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan yang lebih baik.

8. Kota Kutacane

Aceh Tenggara, sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Aceh, merupakan kabupaten terluas keempat setelah Aceh Timur, Gayo Lues, dan Aceh Tengah. Luas wilayahnya mencapai 4.242,04 km2 yang terdiri dari 16 kecamatan dan 385 desa. Pada tahun 2020, penduduk Kabupaten Aceh Tenggara berjumlah 220.860 jiwa.

Sejak tahun 2015, muncul gagasan untuk memekarkan wilayah ini dengan membentuk Kota Kutacane.

Pemekaran wilayah ini bertujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Meskipun terkadang terdapat kepentingan pihak-pihak tertentu dalam prosesnya, hal tersebut tidak dapat dihindari.

Namun, semua pihak yang terlibat dalam proses pemekaran harus tetap menjunjung tinggi asas manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

Secara yuridis, pemekaran wilayah memiliki landasan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Secara faktual, rentang kendali pemerintahan di Kabupaten Aceh Tenggara terlalu luas.

Oleh karena itu, gagasan pemekaran ini pantas untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten dan DPRK, Pemerintah Provinsi dan DPRA, serta Pemerintah Pusat dan DPR.

Kabupaten Aceh Tenggara juga memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, sehingga memerlukan pengelolaan yang lebih intensif dan ekstensif.

Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) Kota Kutacane akan memiliki wilayah seluas 272,06 km2, yang merupakan 6,41 persen dari luas Kabupaten Aceh Tenggara.

Jumlah penduduknya pada tahun 2020, mengacu pada data BPS Kabupaten Aceh Tenggara (2021), mencapai 96.875 jiwa atau sekitar 43,86 persen dari total penduduk Kabupaten Aceh Tenggara. CDOB Kota Kutacane akan mencakup 142 desa dari total 385 desa yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara.

Batas wilayah CDOB Kota Kutacane akan bersebelahan dengan Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah utara, barat, dan selatan, serta berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Langkat) di sebelah timur.

Kota Kutacane menjadi harapan baru bagi Aceh Tenggara.

Dengan pemekaran wilayah ini, diharapkan potensi yang dimiliki dapat terwujud dan memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.

Kota Kutacane akan menjadi pusat kemajuan, pemerataan pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan yang lebih baik.

9. Pidie Sakti

Sebuah perjuangan merdeka dilakukan oleh Pidie Sakti untuk melepaskan diri dari kabupaten induknya, Pidie. Gagasan pemekaran Pidie Sakti telah terdengar sejak awal tahun 2018.

Bahkan, tokoh-tokoh mewakili kecamatan telah menggelar pertemuan dua kali untuk mendeklarasikan Pidie Sakti.

Pertemuan tersebut diadakan pada hari Minggu (25/8/2018) di salah satu kafe di Beureunuen.

Dalam kesempatan tersebut, panitia pemekaran meminta kecamatan untuk mengirim tiga perwakilannya.

Namun, lebih dari tiga perwakilan kecamatan hadir dalam pertemuan tersebut.

Ketua Pemekaran Pidie Sakti, Bakhtiar Yusuf, mengatakan, "Dari 12 kecamatan yang termasuk dalam pemekaran Pidie Sakti, hanya perwakilan dari Geumpang yang tidak hadir. "Mungkin karena letaknya yang jauh."

Ia menyebutkan bahwa 12 kecamatan yang akan masuk dalam Pidie Sakti adalah Kecamatan Geumpang, Mane, Tangse, Keumala, Titeu, Mutira Timur, Mutiara, Glumpang Tiga, Glumpang Baro, Kembang Tanjong, Sakti, dan Tiro.

Ratusan tokoh membahas deklarasi pemekaran Pidie Sakti di salah satu kafe di Beureunuen, Pidie pada Minggu (25/8/2019).

Beberapa poin penting menjadi agenda pembicaraan dalam pertemuan tersebut untuk mewujudkan pemekaran Pidie Sakti.

Sebelumnya, Kabupaten Pidie telah melepaskan delapan kecamatan dan 222 gampong sebagai bagian dari pemekaran Pidie Jaya.

Saat ini, Pidie Sakti juga bergerak menuju status kabupaten yang mandiri dan terpisah dari kabupaten induknya.

Pertemuan dengan ratusan tokoh membahas Pidie Sakti merupakan yang kedua kalinya diadakan. Pertemuan tersebut dilaksanakan pukul 14.00 WIB, dengan agenda persiapan administrasi deklarasi.

Selanjutnya, akan ditentukan tanggal dan tempat deklarasi, sumber dana, pembentukan panitia deklarasi, konsep deklarasi, serta logo dan lambang Pidie Sakti.

Dengan semangat yang menggelora, Pidie Sakti melangkah maju dalam perjalanan menuju status kabupaten yang mandiri, berdiri dengan tegak sebagai wujud perjuangan dan potensi yang dimiliki.

10. Peusangan Raya

Sejak tahun 2018 yang lalu, CDOB Peusangan Raya telah terbentuk, namun sampai saat ini belum ada tanggapan yang jelas dari pemerintah.

Menurut laporan dari serambinews.com, sudah 12 tahun berlalu, namun belum terlihat sejauh mana perkembangan wacana pemekaran Peusangan Raya dari Kabupaten Bireuen.

Oleh karena itu, para inisiator dan anggota Forum Muda Peusangan Raya (Forum MPR), di bawah kepemimpinan Rizki Ardial, masih menanti laporan dari tim panitia pembentukan Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) Peusangan Raya.

Mereka berharap agar progres pemekaran tersebut dapat segera diketahui dan direspon oleh pemerintah. 

Selama ini, ketidakjelasan mengenai perkembangan ini membuat mereka merasa terombang-ambing dalam bayang-bayang harapan yang belum terwujud.

Namun, semangat dan keyakinan mereka dalam menggapai mimpi pemekaran Peusangan Raya tetap terjaga.

Mereka terus mengawal dan menagih laporan dari tim panitia, dengan harapan agar suara mereka didengar dan keputusan yang tepat diambil.

Peusangan Raya memiliki potensi yang kuat untuk berkembang menjadi daerah otonom baru.

Dengan sumber daya alam yang melimpah, serta kekayaan budaya dan potensi ekonomi yang dimilikinya, pemekaran Peusangan Raya diyakini dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

Maka, marilah kita berharap agar pemerintah segera merespon dan memberikan kejelasan mengenai wacana pemekaran ini.

Peusangan Raya dan para inisiator serta anggota Forum MPR pantas mendapatkan jawaban dan dukungan yang mereka nantikan.

Dengan begitu, langkah mereka dalam menggapai mimpi pemekaran Peusangan Raya akan semakin mantap dan penuh harapan.


Itulah 10 Kabupaten/Kota otonomi baru yang akan lahir di Provinsi Aceh.
Semoga bermamfaat unruk Anda..(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll