24 C
id

Sejarah Pasie Seubadeh dan Kerajaan Barus: Legenda Perjuangan dan Keagungan

Sejarah Pasie Seubadeh dan Kerajaan Barus
Ilustrasi Sejarah Pasie Seubadeh dan Kerajaan Barus/Sumber Foto: Islampedia




Menyusuri Lorong Sejarah Pasie Seubadeh dan Kerajaan Barus




Ketika mentari menyapu Pantai Barat Selatan Pulau Sumatera, sebuah warisan sejarah mencuat dari riwayat zaman yang lalu.

Pasie Seubadeh dan Kerajaan Barus menyimpan kisah-kisah heroik, perjuangan melawan ombak tsunami, dan keindahan kultural yang mendalam.

Mari kita membuka lembaran waktu dan menyelami jejak-jejak megah dari kerajaan yang pernah berdiri di bumi ini.



Perkembangan Awal Kerajaan Barus: Hancurnya Kerajaan Laut Bangko


Dalam gemuruh sejarah, Kerajaan Barus muncul sebagai pusat perdagangan dan budaya di Pantai Barat Selatan Sumatera.

Sebuah epik dimulai ketika Raja Laut Bangko, Malinda, dan permaisurinya Rindi harus menghadapi nasib tragis.

Kerajaan mereka tenggelam oleh banjir besar dan tsunami pada tahun 1524. Malinda dan Rindi, yang selamat, bersama rakyatnya melakukan perjalanan panjang mencari tanah baru.

Mereka menjadi masyarakat nomaden, melarikan diri dari kehancuran dan menemukan tempat baru di Tanah Karo, Alas, Singkil, dan Kluet.

Inilah awal mula migrasi yang membentuk kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Aceh Selatan.



Jejak Tsunami dan Penelitian Arkeologi: Keajaiban Paleotsunami di Aceh Selatan


Pada abad ke-16, Kerajaan Barus menjadi pelabuhan utama Kerajaan Binuang di Pulau Dua, menjadi pusat perdagangan di Pulau Sumatera.

Tsunami pada tahun 1524 membentuk jejak paleotsunami yang menjadi fokus penelitian arkeologi modern.

Tim riset dari Bandung menemukan bukti-bukti di Sibadeh dan Ladang Tuha, mengungkap lapisan pasir yang mengindikasikan peristiwa tsunami purba.

Hasil riset ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang kejadian masa lalu, tetapi juga menjadi data penting untuk pemahaman tentang waktu perulangan tsunami di Aceh Selatan.



Teuku Chik Pho Na Le: Pemimpin dan Peletak Fondasi Sejarah

Sejarah Pasie Seubadeh dan Kerajaan Barus
Peta kerajaan Balus/Barus


Gelar Teuku Chik Pho Na Le tidak hanya terdengar megah pada tahun 1580, tetapi juga menggema sebagai sosok yang membawa perubahan besar dalam sejarah Kerajaan Barus.

Sebagai seorang penyebar agama Islam, Teuku Chik Pho Na Le membawa misi dakwahnya ke pantai barat selatan dan menetap di Lhok Kuala Seubadeh.

Menikahi putri turunan Raja Laot Bangko, Teuku Chik Pho Na Le menjadi bagian dari keturunan Raja Malinda, yang pernah memerintah Kerajaan Laut Bangko sebelum musibah tsunami melanda. 

Perjalanan Teuku Chik Pho Na Le membawa perubahan signifikan dalam peta sejarah dan pengembangan agama Islam di wilayah tersebut.



Epilog Perang Saudara dan Kehancuran Kerajaan Binuang


Sebuah babak baru dimulai ketika perang saudara merebak, dipicu oleh propaganda Belanda dan Amerika.

Meurah Bacan atau Teuku Chik Pho Na Le, sebagai pemimpin bijaksana, memutuskan untuk menyerahkan kendali kerajaan kepada menantunya, Teuku Raja Muda Baro.

Namun, pada tahun 1883, Kerajaan Binuang jatuh ke tangan KNIL Belanda yang dibantu oleh Beuregom Linteung.

Pajak dipungut, kekuasaan diambil alih, dan banyak pewaris kerajaan yang berakhir tragis.

Datok Banta, cucu Meurah Bacan, dan Teuku Jaleumi, cucu Datok Teuku Abad, menjadi korban pembunuhan.

Teuku Ali, anak Datok Teuku Leman, ditangkap dan diasingkan.

Sebuah babak kelam menghampiri Kerajaan Binuang, merenggut kedamaian dan kejayaannya.



Warisan dan Makam Teuku Chik Pho Na Le: Pemimpin yang Terlupakan


Pada akhirnya, Teuku Chik Pho Na Le meninggalkan warisan yang mengagumkan, tetapi makamnya tidak mendapat perawatan yang layak.

Pada tahun 1982, ketika Doto Raman Panglima Laot menjadi Keuchik, kenduri lhok masih diadakan.

Namun, makam Teuku Chik Pho Na Le tidak terurus, ditelan ombak, dan sebagian besar terkubur di bawah pasir.

Mungkin, salah satu cara untuk menghormati pendiri besar Kerajaan Binuang adalah dengan mengembalikan kejayaannya, merawat makamnya, dan mengabadikan sejarah yang pernah terlupakan.

Sebuah peringatan bagi kita bahwa pangkat dan jabatan tidak ada artinya jika makam sang pendiri tidak mendapat penghormatan yang seharusnya.

Sebuah kisah yang mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan dan menghormati warisan nenek moyang kita.(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll