24 C
id

Mengenang Kembali Perjuangan Sultan Aceh Terakhir, Hidup Tanpa Istana

Sultan Aceh
Sultan Muhammad Daud Syah/Ist


AchehNetwork.com - Sebuah catatan sejarah yang tak terlupakan menceritakan tragedi terakhir Sultan Aceh.

Kisah hidup Sultan Aceh, yang kaya akan kemegahan dan keindahan, menjadi sorotan banyak orang.

Namun, ketika menghadapi penjajah Belanda, kehidupan Sultan Aceh terakhir ini dipenuhi penderitaan.

Berbeda dengan raja-raja di Nusantara yang menerima keberadaan penjajah kolonial, Sultan Aceh menolak untuk tunduk.

Pada masa agresi kedua Belanda pada Desember 1873, Sultan menolak tawaran perdamaian dan memerintahkan pasukannya untuk memperhebat perlawanan di seluruh penjuru.

Baginya, perdamaian berarti mengakui keberadaan penjajah di tanah airnya.

Saat Belanda berusaha memaksa penyerahan kedaulatan Aceh, Sultan Alaidin Mahmudsyah memilih mengungsi ke Lueng Bata, meninggalkan istana yang kosong.

Ini bukan hanya sekadar strategi militer, melainkan simbol bahwa Sultan masih menganggap mati sebagai tanda kekalahan.

Namun, kegagalan Belanda menangkap Sultan membuat mereka marah. Sultan meninggal empat hari setelah kejadian, pada 28 Januari 1874, akibat wabah kolera.

Meskipun Belanda berhasil menduduki istana, mereka tidak menemukan Sultan. 

Sebagai gantinya, mereka merampas seluruh harta kekayaan Sultan dan menyatakan Aceh sebagai milik Kerajaan Belanda.

Bekas istana dan aset pribadi Sultan kemudian dikuasai oleh serdadu Belanda di seluruh wilayah Aceh.

Keberadaan istana Aceh kini telah kehilangan keasliannya, dikuasai oleh militer sejak zaman kolonial hingga kemerdekaan Indonesia.

Meskipun Belanda berhasil menduduki istana, perlawanan rakyat Aceh tidak mereda.

Pusat pemerintahan Aceh pindah ke beberapa tempat, dan peperangan meluas di seluruh wilayah.

Ulama dan umara bersatu melawan Belanda, mempertahankan kehormatan dan kedaulatan Aceh.

Pada tahun 1875, untuk mengisi kekosongan kepemimpinan Sultan, Majelis Kerajaan Aceh mengangkat Tuanku Muhammad Daudsyah sebagai sultan. 

Perjuangan terus berlanjut, dan Aceh tetap menjadi fokus perlawanan.

Belanda menganggap perang Aceh usai pada 3 Desember 1911, setelah Teungku Maat Syiek Di Tiro syahid di Gunung Alimun.

Namun, perlawanan tidak hanya dilakukan oleh pejuang di medan perang.

Sultan Muhammad Daud Syah, setelah diasingkan oleh Belanda, tetap memberikan dukungan kepada gerilyawan Aceh.

Meskipun menjadi tahanan kota, Sultan tetap aktif dalam memberikan sumbangan dan dukungan kepada pejuang Aceh.

Upaya Belanda untuk memanfaatkan Sultan sebagai alat untuk mencapai kepentingan mereka gagal total.

Sultan Muhammad Daud Syah akhirnya diasingkan ke Ambon dan kemudian ke Jakarta.

Meskipun dalam kondisi sulit, Sultan tetap mempertahankan martabatnya hingga akhir hayatnya pada 6 Februari 1939 di Rawamangun, Jakarta.

Kisah perjuangan Sultan Aceh terakhir ini menghadirkan kebitteran dan pengorbanan yang tak terlupakan.

Meski masa kini telah mengubah suasana, sejarah ini harus tetap diabadikan sebagai inspirasi bagi generasi muda.

Perjuangan Sultan menjadi tinta emas dalam lembaran sejarah bangsa, mengingatkan kita akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai luhur dan semangat perjuangan yang tak pernah berakhir.(*)


Oleh: M. Adli Abdullah

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll