24 C
id

Gerakan Mahasiswa Peduli Aceh Menolak Kehadiran UNHCR di Tanah Rencong

 

Rohingya
Ilustrasi Gerakan Mahasiswa Peduli Aceh Menolak Kehadiran UNHCR di Tanah Rencong (UNHCR)


News, AchehNetwork.com - Gerakan Mahasiswa Peduli Aceh (GeMPA) dengan tegas menolak kehadiran United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di wilayah Aceh.

Lembaga internasional yang fokus pada pencarian suaka dan penanganan pengungsi dianggap sebagai dalang di balik arus migrasi Rohingya ke Tanah Rencong.


Koordinator GeMPA, Ariyanda Ramadhan, menyatakan penolakan tersebut dalam pernyataan pada hari Minggu. Menurutnya, masyarakat Aceh menolak kehadiran UNHCR yang diduga berupaya menjadikan Aceh sebagai subjek operasi dan proyek tertentu terkait gelombang imigran Rohingya.

"Kami masyarakat Aceh secara tegas menolak kehadiran UNHCR yang diduga ingin menjadikan Aceh sebagai objek operasi dan proyek tertentu terkait gelombang imigran dengan memanfaatkan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian masyarakat Aceh yang tinggi," ujarnya.


Ariyanda menyoroti kekhawatiran masyarakat terkait peningkatan jumlah pencari suaka Rohingya di Aceh yang dianggap meresahkan.

Ia menegaskan bahwa gelombang imigran tersebut seringkali tidak mematuhi norma-norma yang berlaku di Tanah Rencong.


Perlu dicatat, Ariyanda mencatat bahwa Indonesia belum menjadi pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967.

Selain itu, Indonesia belum memiliki sistem penentuan status pengungsi. Oleh karena itu, GeMPA menekankan pentingnya sikap tegas dari Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota terkait masalah ini.


Ariyanda menekankan bahwa situasi ini bukan hanya masalah kemanusiaan, tetapi juga berpotensi menjadi ancaman terhadap stabilitas Aceh.

Dengan jumlah imigran Rohingya yang mencapai 1200 orang, GeMPA memperingatkan bahwa tanpa sikap tegas dari pemerintah, masalah ini akan terus bertambah.


Menurut GeMPA, kondisi ekonomi yang memprihatinkan di Aceh dan dilematisnya keuangan di berbagai daerah Tanah Rencong membuat sulit bagi pemerintah untuk menangani persoalan Rohingya. 

Mereka menolak keberadaan imigran Rohingya yang dianggap memanfaatkan kebaikan masyarakat lokal sambil mengabaikan kearifan lokal Aceh.


Ariyanda juga menyuarakan keheranannya terhadap elit politik Aceh yang, menurutnya, tidak peduli dengan masalah masyarakatnya namun mencoba memainkan isu Rohingya sebagai sandiwara untuk mendapatkan simpati rakyat menjelang tahun politik.

"Kita rakyat Aceh ini bukan tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia, tapi jika kita terus dijadikan target hingga hak asasi warga kita terabaikan, itu tak bisa dibiarkan," katanya.


Ariyanda menyimpulkan bahwa dalam menghadapi masalah ini, pemerintah harus dapat memilah prioritas dan menegaskan sikap agar Aceh tidak dijadikan sasaran empuk oleh pihak luar.

Ia menyoroti bahwa Pemerintah Aceh belum maksimal dalam menangani masalah pengungsi akibat banjir di wilayah tersebut, dan penambahan isu imigran Rohingya hanya akan membuat kondisi semakin kompleks.(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll