24 C
id

Hari Meugang, Tradisi Orang Aceh Makan Daging Secara Serentak Seluruh Aceh dalam Setahun 3 Kali, Warisan Kesultanan Aceh yang Masih Terjaga

Meugang
Ilustrasi/Foto: Dialeksis


AchehNetwork.com - Tradisi "Makmeugang" atau "Meugang" di masyarakat Aceh telah menjadi bagian integral dari budaya Aceh, yang tetap dijaga meskipun bagi mereka yang tidak lagi tinggal di negerinya.

Awalnya, praktik Meugang bermula pada masa kerajaan Aceh, di mana hewan-hewan disembelih dalam jumlah besar dan kemudian dibagikan secara gratis kepada masyarakat.

Praktik ini merupakan bentuk rasa syukur dan ungkapan terima kasih atas kemakmuran negeri Aceh dalam menyambut hari-hari besar dalam agama Islam.

Tradisi Meugang telah dilaksanakan selama berabad-abad, bermula sejak masa keemasan kerajaan Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17.

Sultan Iskandar Muda adalah salah satu tokoh yang memperkenalkan tradisi Meugang dengan memotong hewan-hewan seperti sapi, kerbau, kambing, ayam, dan itik, kemudian membagikan dagingnya kepada masyarakat.

Biasanya, kegiatan Meugang dilakukan menjelang bulan Ramadan, dua hari sebelumnya, atau juga pada perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.

Nilai religius dalam Meugang tercermin melalui praktik bersedekah atau saling berbagi kepada sesama masyarakat, khususnya kepada yang kurang mampu. 

Ini tidak hanya sekadar menunjukkan kepedulian terhadap sesama, tetapi juga memupuk nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong di antara masyarakat Aceh.

Selain itu, dalam masa kejayaan Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Meugang tidak hanya berhenti pada pembagian daging kepada masyarakat kurang mampu, tetapi juga melibatkan distribusi sembako dan kain.

Sejarawan Aceh, Tarmizi Abdul Hamid alias Cek Midi, menjelaskan bahwa tradisi Meugang sudah berlangsung selama 400 tahun lebih.

Tradisi ini berakar dari kesultanan Aceh pada masa itu, di mana sultan dianggap memiliki tanggung jawab terhadap rakyatnya, termasuk fakir miskin dan kaum dhuafa.

Sultan pada masa itu bahkan mengeluarkan sebuah qanun (hukum) yang mengatur pelaksanaan Meugang. 

Qanun yang diberi nama 'Meukuta Alam' tersebut menetapkan bahwa Sultan Aceh secara turun temurun memerintahkan Qadi Mua’zzam Khazanah Balai Silatur Rahmi untuk mengambil dirham, kain-kain, kerbau, dan sapi untuk dipotong pada hari Meugang.

Kemudian, daging dari hewan-hewan tersebut dibagikan kepada fakir miskin, dhuafa, dan orang-orang berkebutuhan khusus sesuai dengan ketentuan dalam qanun tersebut.(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll