24 C
id

Minuman Surga yang Disebut dalam Al-Quran Ditemukan di Nusantara: Jejak Kamper Indonesia

Kamper
Ilustrasi/net


AchehNetwork.com - Dalam Surat Al-Insan ayat 5 dan 6, Allah menyebutkan: "Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, yaitu mata air dalam surga yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya."

Air kafur, atau air kamper, menjadi fokus ketertarikan seiring dengan catatan sejarah yang menghubungkannya dengan Indonesia. 

Air kafur, yang disebut dalam Al-Quran dan beberapa riwayat Nabi Muhammad, ternyata memiliki kaitan erat dengan Indonesia, mengindikasikan jaringan perdagangan yang luas dari negeri ini.

Ternyata, pohon kamper tidak dapat tumbuh di Timur Tengah. 

Oleh karena itu, masyarakat di daerah tersebut harus mengimpor kamper dari luar. 

Namun, proses impor kamper tidaklah sulit karena perdagangan kamper telah ada sejak abad ke-4 Masehi, tiga abad sebelum Al-Quran turun.

Menurut sumber-sumber Arab, daerah penghasil kamper disebut sebagai Fansur. 

Seorang peneliti Prancis, Nouha Stephan, dalam karyanya "Kamper dalam Sumber Arab dan Persia: Produksi & Penggunaannya," meneliti deskripsi ahli geografi Ibn Sa'id al Magribi yang menunjukkan bahwa Fansur, penghasil kamper, berada di Pulau Sumatera.

Selain itu, teori lain diajukan oleh arkeolog Edward Mc. Kinnon dalam bukunya "Ancient Fansur, Aceh's Atlantis" (2013). 

Dia mengidentifikasi Fansur sebagai sebuah kawasan di ujung barat Aceh, didukung oleh pertimbangan geografis dan data perdagangan yang menghubungkan nama Panchu dengan produksi kamper.

Bukti lain yang menguatkan teori ini diungkapkan oleh Claude Guillot dalam "Barus Seribu Tahun yang Lalu" (2008). 

Guillot menyimpulkan bahwa Sumatera, Semenanjung Melayu, dan Borneo adalah kawasan di mana kamper tumbuh secara alami, dengan Barus di Sumatera menjadi pusat utama produksi.

Jika klaim ini benar, maka kamper yang disebut dalam Al-Quran dan riwayat Nabi Muhammad, serta digunakan dalam pengawetan mumi Mesir, berasal dari Barus, Sumatera.

Sejarawan Jajat Burhanudin dalam bukunya "Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia" (2020) menjelaskan bahwa Barus telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan. 

Bahkan, sejak abad ke-1 Masehi, Barus sudah tercatat dalam catatan ahli Romawi, Ptolemy, sebagai bandar perdagangan.

Para pedagang Arab dan Persia biasanya mencapai Barus melalui jalur perdagangan dari Teluk Persia, melalui Ceylon, dan kemudian mencapai Pantai Barat Sumatera. 

Di sinilah, Barus menjadi pusat produksi kamper dan berkembang menjadi pelabuhan penting di Sumatera.

Peran kamper tidak hanya terbatas pada perdagangan, tetapi juga memiliki dampak signifikan dalam proses Islamisasi di Nusantara pada abad ke-7 Masehi. 

Kamper dari Barus terus diperdagangkan hingga saat ini, mengingatkan kita akan peran penting Indonesia dalam sejarah perdagangan dan penyebaran agama.(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll