24 C
id

Pertempuran Tragis Kapten Paris yang Sakti Tewas Dibacok Pasukan Cut Ali di Perang Aceh

Pahlawan Aceh
Pejuang Aceh/


AchehNetwork.com - Kapten J Paris, seorang perwira Belanda yang mahir dalam berbahasa Aceh, menemui ajalnya dalam pertempuran sengit dengan pasukan Cut Ali di Bakongan, Aceh Selatan pada 3 April 1926. 

Bersamanya tewas dua kadet dan tiga anggota Marsose, sementara 12 tentara lainnya menderita luka parah. 

Kisah tragedi Kapten Paris ini diriwayatkan oleh Tjoetje, seorang mantan pegawai Bestuur Meulaboh di Aceh Barat.

Dalam bukunya yang berjudul "Peutjut Kerkhoff Mengungkap Tabir Kepahlawanan Rakyat Aceh", Aceh Info melaporkan bahwa pertempuran itu terjadi di Gampang Sapek, Bakongan, Aceh Selatan.

Pada saat pertempuran, pasukan Cut Ali berhasil mengalahkan Kapten Paris. 

Dia diserang dengan kejam oleh para pejuang Aceh, dengan luka pertama akibat tebasan pedang mengenai lengannya, yang oleh Belanda disebut sebagai "eerster houw" atau pukulan pertama. 

"Sementara tebasan selanjutnya dikenal sebagai 'houw bovenop', yaitu pukulan mematikan yang membelah leher hingga rongga dada. 

Pukulan kedua ini menyebabkan Kapten Paris ambruk tak berdaya," demikian dijelaskan.

Cut Ali, sebagai pemimpin gerilyawan Aceh di selatan, dikenal sangat ditakuti. 

Pasukannya sering kali melancarkan serangan mendadak terhadap patroli Belanda, meninggalkan mayat-mayat tentara Belanda di tempat kejadian.

Sebagai hasilnya, Belanda menamai kelompok Cut Ali sebagai 'de jahat' di Bakongan.

 Istilah tersebut berasal dari bahasa Belanda yang berarti 'jahat'.

Meskipun demikian, Kapten Paris sendiri dikabarkan beberapa kali selamat dalam pertempuran dan dianggap memiliki kemampuan kebal senjata. 

Namun, klaim tersebut dibantah oleh Kolonel Du Croo dan Schomdt dalam buku "Generaal Swart: Pacipicator Van Atjeh".

Menurut catatan militer, Kapten Joannes Paris lulus dari Akademi Militer Breda pada tahun 1910. 

Dia kemudian ditempatkan di Malang sebelum ditugaskan ke Aceh pada tahun 1914. 

Meskipun banyak yang menganggapnya memiliki kemampuan magis dan kekebalan terhadap peluru, namun kehadirannya tidak cukup untuk membawa kemenangan di Bakongan.

Berbeda dengan rekan-rekannya yang tewas dan dimakamkan di Aceh, Kapten Paris dimakamkan di Kota Hastings, Inggris, sesuai dengan permintaan dari istrinya. 

Jenazahnya dibawa dari Bakongan ke Kutaraja (Banda Aceh), lalu ke Sabang, dan kemudian dibawa ke Inggris menggunakan kapal Samoedra.

Di makam Kapten Paris, terdapat dua lembar surat yang terukir. 

Satu dalam bahasa Inggris dari istrinya, dan satu lagi dalam Bahasa Belanda dari tiga komandan Marsose di tiga bivak yang berbeda. 

Ketiga bivak tersebut berada di bawah komando Divisi Marsose I Meulaboh, di mana Kapten Paris pernah menjadi komandan.(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll