![]() |
Teuku Cut Rahman tidak bisa menerima keputusan Partai Nanggroe Aceh (PNA) untuk melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) yang telah dilakukan pada Pemilihan Umum 2019 yang lalu. (Foto: tangkapan layar) |
Tidak hanya DPP dan DPC PNA, dalam gugatannya, Komisi Independen Pemilihan (KIP), DPRK, pj Bupati Abdya dan pj Gubernur Aceh juga diseret ke pengadilan. Mereka berpendapat bahwa proses PAW yang diterapkan pada kliennya tidak sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Meskipun PAW adalah hak partai, namun harus dilakukan secara terbuka dan sesuai dengan aturan yang berlaku, bukan dilakukan secara diam-diam dan dianggap dipaksakan dengan alasan tertentu.
Menurut Kuasa Hukum Teuku Cut Rahman, Erisman, terlihat adanya kejanggalan ketika kliennya mengajukan sengketa atas keputusan partai untuk melakukan PAW, namun partai tidak mengindahkan keberatannya dan tetap melanjutkan proses pergantian yang dianggap sepihak tersebut. Sebagai kuasa hukum yang ditunjuk, Erisman meminta kepada semua pihak yang terlibat dalam proses PAW untuk menghargai proses hukum yang sedang berjalan, dan bahwa keputusan pengadilan akan menjadi acuan bagi pihaknya.
Erisman juga menambahkan bahwa proses PAW yang dilakukan oleh partai bersifat sangat tertutup, terutama di dalam internal partai, sehingga pengadilan berpotensi membatalkan rangkaian proses PAW yang telah diusulkan. Oleh karena itu, ia berharap semua pihak yang terlibat dalam proses PAW dapat menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.[]