24 C
id

Lagenda Asal-usul Rencong Aceh: Senjata Khas dan Simbol Perjuangan yang Membekas

Rencong Aceh
Rincong Meucugek (Foto: budayaindonesia.org)



AchehNetwork.com - Aceh, Negeri Serambi Mekkah, juga terkenal dengan sebutan Tanah Rencong.

Julukan tersebut populer karena rencong merupakan senjata khas yang juga menjadi simbol dan lambang perjuangan Aceh.

Asal-usul rencong dalam sejarah Aceh belum tercatat secara pasti.


Namun, keberadaan rencong di masa lalu terdokumentasikan melalui cerita turun-temurun yang masih diwariskan hingga saat ini.


Legenda rencong di masyarakat Aceh dimulai ketika seekor burung raksasa sakti bernama Geureuda (yang berarti rakus) sering mengganggu kehidupan masyarakat. 


Burung tersebut tidak hanya memakan tanaman dan buah-buahan, tetapi juga hewan ternak.


Masyarakat menjadi marah dan cerita ini sampai kepada sang raja.

Sang Raja ikut marah dan mencoba berbagai siasat dan jebakan untuk menangkap burung raksasa tersebut, tetapi selalu gagal.

Burung pembuat onar tersebut malah semakin menjadi-jadi dan melakukan aksi teror dengan lebih gencar.

Penduduk Aceh merasa takut dan tidak berani melakukan aktivitas di luar ruangan.


Akhirnya, sang raja mengambil tindakan dengan meminta seorang pandai besi yang berilmu makrifat untuk membuat senjata ampuh yang dapat membunuh Geureuda. 

Ritual dilakukan oleh pandai besi tersebut, ia berpuasa, melakukan salat sunat, dan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.


Setelah melakukan tirakat, pandai besi tersebut akhirnya berhasil membuat sebilah senjata yang mirip dengan pedang kecil dan berbentuk tulisan "bismillah" dalam aksara Arab.


Ternyata, senjata yang diberi nama Rencong tersebut mampu mengalahkan burung pembuat onar tersebut.

Meskipun tidak banyak data yang menjelaskan sejarah rencong, catatan tertua tentang senjata ini menunjukkan bahwa rencong muncul pada masa Kesultanan Aceh ke-10 (1589-1604) di bawah kekuasaan Sultan Alauddin Riayat Syah.


Namun, impian Sultan tersebut tidak terwujud sepanjang hidupnya, dan rencong baru dibuat pada masa Kesultanan Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).


Sultan Iskandar Muda meminta pandai besi untuk membuat senjata yang mencerminkan unsur tanah Aceh dan Islam.


Menurut Teuku Iskandar dalam De Hikajat Atjeh, berdasarkan geografi Aceh yang terletak di Pulau Sumatera dengan pegunungan Seulawah dan Bukit Barisan, maka terbentuklah senjata dengan unsur bumi Aceh dan Islam.


Para panglima dan ulama pada saat itu memberikan masukan untuk pembuatan senjata ini.


Kata "rencong" berasal dari kata "runcing" yang kemudian berubah menjadi "rincung" dan akhirnya menjadi "rincong" atau "rencong".


Pada masa kerajaan, rencong tidak hanya digunakan oleh raja, tetapi juga oleh para pejuang dalam melawan penjajahan Belanda dan Portugis.


Sebagaimana dilaporkan oleh kompas.com pada 20 Oktober 2017, Husaini Ibrahim, Ketua Laboratorium Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, menyatakan bahwa pada saat itu rencong tidak lagi hanya menjadi kebanggaan istana, tetapi juga menjadi senjata yang dipakai oleh pria dewasa Aceh dan digantungkan di pinggang.


Sejak saat itu, Belanda menyebut masyarakat Aceh dengan sebutan sarkas, Aceh Pungo (Aceh Gila).


Masyarakat Aceh tidak ragu-ragu melawan dengan senjata tradisional rencong hanya melawan senjata modern milik Belanda.

"Karena itu, Belanda melarang masyarakat membawa rencong. Jika tertangkap, bisa sangat berbahaya," kata Husaini.


Meskipun senjata ini umum digunakan oleh masyarakat Aceh, tetapi ada perbedaan antara rencong yang digunakan oleh rakyat biasa dengan yang digunakan oleh para pembesar kesultanan, yaitu bahan bakunya.

Rakyat umumnya menggunakan bahan besi biasa, sedangkan para pembesar kesultanan menggunakan gagang dari gading gajah, bahkan ada yang dibalut dengan emas.


"Ada juga yang terbuat dari tembaga, perak, dan sebagainya. Ini menunjukkan prestise dan identitas pengguna," jelasnya.


Tentang fungsi rencong, Husaini mengatakan bahwa senjata ini tetap berguna untuk melumpuhkan lawan.

 "Misalnya, rencong yang meucugek, itu untuk memudahkan mencabut rencong setelah ditikamkan ke lawan. Semua jenis rencong bertujuan agar mudah digunakan. Tidak ada tujuan lain," tambahnya.(*)

ARTIKEL TERKAIT

Terupdate Lainnya

Iklan: Lanjut Scroll